Selasa, 27 Maret 2012

BANK INDONESIA


A.    Tujuan Bank Indonesia

Berbeda dengan Undangundang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang tidak merumuskan secara tegas mengenai tujuan Bank Indonesia, dalam UUBI secara tegas dinyatakan dalam Pasal 7 bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank Indonesia. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi serta kestabilan terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Perumusan tujuan Bank Indonesia dalam bentuk single objective ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang akan dicapai dan batasan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Bank Indonesia. Hal ini berbeda dengan tujuan Bank Indonesia dalam Undangundang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang dirumuskan secara umum yaitu “meningkatkan taraf hidup rakyat”. Ketidaktegasan perumusan tersebut menimbulkan implikasi antara lain peran Bank Indonesia sebagai otoritas tidak jelas dan tidak terfokus bahkan timbul conflicting karena antara tugas menjaga kestabilan nilai rupiah dengan tugas mendorong pertumbuhan seringkali tidak dapat berjalan seiring. Disamping itu, ketidakjelasan tujuan juga menjadikan tanggung jawab terhadap kebijakan yang diambil tidak jelas.

B.     Tugas Bank Indonesia
Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,
serta mengatur dan mengawasi bank.
Agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus diintegrasikan.

1.      Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, Pasal 10 UUBI menegaskan bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain :
·         operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
·         penetapan tingkat diskonto;
·         penetapan cadangan wajib minimum;
·         pengaturan kredit atau pembiayaan.

Cara-cara pengendalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah. Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia atas dasar tahun kalender dengan memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter. Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat berbeda dengan asumsi laju inflasi yang dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal.

2.      Peran Bank Indonesia sebagai Lender of the Last Resort
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender of the last resort, (Pasal 11) yang memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek karena adanya mismatch yang disebabkan oleh resiko kredit atau resiko pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, resiko manajemen, atau resiko pasar. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kredit atau pembiayaan dimaksud, yang pada gilirannya akan dapat mengganggu efektifitas pengendalian moneter, maka pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibatasi selamalamanya 90 hari. Disamping itu, kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan. Yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten dan sewaktuwaktu dengan mudah dicairkan. Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencairkan agunan yang dikuasainya.

3.      Kebijakan Nilai Tukar
Pasal 12 UU-BI menetapkan bahwa Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan nilai tukar yang ditetapkan. Penetapan nilai tukar dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk Keputusan Presiden berdasarkan usul Bank Indonesia. Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar ini antara lain dapat berupa :
·         dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing;
·         dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar;
·         dalam nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta lebar pita intervensi.

4.      Kewenangan dalam Mengelola Cadangan Devisa
Dalam Pasal 13 UUBI dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelola cadangan devisa. Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa tersebut, Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negeri. Yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan lainnya dalam valutas asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas dan suratsurat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Dalam melakukan pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia selalu mempertimbangkan 3 (tiga) azas utama dengan skala prioritas, yaitu likuiditas (liquidity), keamanan (security) tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal (profitability). Pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah pinjaman luar negeri atas nama dan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia yang sematamata digunakan dalam rangka pengelolaan cadangan devisa untuk memperkuat posisi neraca pembayaran. Pinjaman dimaksud dapat dipantau oleh DPR melalui hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK.

5.      Penyelenggaraan Survei
Untuk melaksanakan kebijakan moneter secara efektif dan efisien, diperlukan data/informasi ekonomi dan keuangan secara tepat waktu dan akurat. Untuk memperoleh data/informasi tersebut, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktuwaktu yang dapat bersifat makro atau mikro. Pelaksanaan survei tersebut dapat dilaksanakan oleh pihak lain berdasarkan penugasan Bank Indonesia. Dalam penyelenggaraan survei, setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditugaskan. Bank Indonesia atau pihak lain yang ditugaskan untuk melakukan survei tersebut wajib merahasiakan sumber dan data individual kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undangundang           ( Pasal. 14)

6.      Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran diatur dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 23 UU-BI. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran, Bank Indonesia berwenang untuk melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa system pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya serta menetapkan penggunaan alat pembayaran. Persetujuan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi. Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistem pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Penetapan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi pengguna. Termasuk dalam wewenang ini adalah membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehatihatian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut di atas, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa sistem pembayaran.

7.      Pengaturan dan Penyelenggaraan Kliring serta Penyelesaian Akhir Transaksi
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara (Psl. 16). Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank baik dalam rupiah maupun valuta asing serta penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang mendapat persetujuan dari Bank Indonesia (Psl. 17 jo Psl. 18).

8.      Mengeluarkan dan Mengedarkan Uang
Sesuai dengan amanat UUD 1945, Bank Indonesia merupakan satusatunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah (Psl. 20). Termasuk dalam kewenangan ini adalah mencabut, menarik serta memusnahkan uang serta menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah (Psl. 19). Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut, maka Bank Indonesia harus menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas yang memadai. Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai (Psl. 21). Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama (Psl.23). Konsekuensi dari ketentuan ini maka Bank Indonesia harus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk :
·         melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya;
·         melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan;
·         menukarkan uang yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain dengan nilai yang sama atau lebih kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat kerusakannya.

9.      TUGAS MENGATUR DAN MENGAWASI BANK
Pengaturan dan Pengawasan Bank merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 UUBI. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap bank (Psl. 24). Selain itu, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuanketentuan perbankan yang memuat prinsip kehatihatian (Psl. 25). Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, Bank Indonesia :
·         memberikan dan mencabut izin usaha bank;
·         memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank;
·         memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
·         memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatankegiatan usaha tertentu (Psl. 26).
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung (Psl. 27). Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dimana hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan (Psl. 28).

Pemeriksaan terhadap bank dilakukan secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan dan dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan. Bank dan pihak lain tersebut wajib memberikan kepada pemeriksa:
·         keterangan dan data yang diminta;
·         kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
·         halhal lain yang diperlukan seperti salinan dokumen yang diperlukan dan lainlain (Psl. 29).
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaaan terhadap bank (Psl. 30) Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia transaksi tersebut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan (Psl. 31). Dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undangundang tentang Perbankan yang berlaku (Psl. 33).

10.  Pengalihan Tugas Pengawasan Bank
Dalam UUBI ditetapkan bahwa tugas mengawasi bank akan dialihkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen yang dibentuk berdasarkan undangundang selambatlambatnya 31 Desember 2002 (Psl. 34). Tugas yang dialihkan kepada lembaga ini tidak termasuk tugas pengaturan bank serta tugas yang berkaitan dengan perizinan. Lembaga pengawasan independen ini akan melakukan pengawasan terhadap semua lembaga jasa keuangan seperti bank, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta badanbadan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

INDEPENDENSI BANK INDONESIA
1.      Yuridis
UUBI merupakan landasan yuridis bagi independensi Bank Indonesia dimana dalam UUBI dimuat berbagai elemen dari independensi Bank Indonesia. Elemenelemen independensi tersebut meliputi antara lain status dan kedudukan, tujuan dan tugas serta manajemen dan personalia Bank Indonesia.
2.      Personalia
Independensi personalia dalam UUBI ditunjukan dalam hal pengangkatan anggota Dewan Gubernur oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Persyaratan persetujuan DPR ini penting untuk menjaga independensi Bank Indonesia dari intervensi Pemerintah melalui pengangkatan anggota Dewan Gubernur. Pengangkatan oleh Presiden di sini adalah dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara dan bukan Kepala Pemerintah. Disamping itu, anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan oleh Presiden selama masa jabatannya kecuali mengundurkan diri, berhalangan tetap atau melakukan tindak pidana kejahatan.
3.      Institusi
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen yang dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya bebas dari campur tangan pemerintah atau pihakpihak lainnya. Secara struktural, Bank Indonesia berada di luar pemerintah sehingga dapat mengeliminir adanya intervensi terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak lain. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya, organisasi internasional, dan lembaga internasional serta dapat menjadi anggota pada lembaga multilateral, baik atas nama Bank Indonesia maupun mewakili Pemerintah.
4.      Tujuan
Dalam UUBI tujuan Bank Indonesia difokuskan pada menjaga kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada laju inflasi yang rendah dan kestabilan nilai tukar. Dalam mencapai tujuan ini, Bank Indonesia sepenuhnya berwenang untuk menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan perkembangan ekonomi baik dalam negeri maupun luar negeri serta instrumen yang akan digunakan.
5.      Tugas
Independensi dalam pelaksanaan tugas tercermin dari larangan bagi pihak lain untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia juga wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
6.      Manajemen
Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur yang sepenuhnya berwenang dalam menjalankan organisasi Bank Indonesia dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh UUBI.
7.      Anggaran
Independensi dalam bidang anggaran terlihat dalam ketentuan Pasal 60 yang menyatakan bahwa anggaran Bank Indonesia ditetapkan oleh Dewan Gubernur. Anggaran harus disampaikan kepada DPR yang dimaksudkan untuk dapat memantau pengelolaan kewenangan Bank Indonesia dalam Ikhtisar Undangundang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia anggaran serta kepada Pemerintah sebagai bahan informasi berkaitan dengan surplus atau defisit anggaran Bank Indonesia.
8.      Transparansi
Sebagai konsekuensi dari independensi yang dimilikinya, maka dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dituntut untuk lebih transparan dan bertanggung jawab. Transparansi dan akuntabilitas ini diwujudkan dalam pertanggungjawaban kepada publik dimana Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka. Bank Indonesia juga wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan kepada publik melalui media massa.


AKUNTABILITAS
Dalam UUBI dianut pertanggungjawaban publik, dimana pada setiap awal tahun anggaran Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media masa mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter tahun sebelumnya dan rencana kebijakan moneter tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Disamping itu, setiap 3 (tiga) bulan Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila diperlukan, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya (Psl. 58).
Anggaran tahunan Bank Indonesia harus disampaikan kepada DPR (Psl. 60). Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan keuangan tahunan Bank Indonesia diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, yang hasilnya disampaikan kepada DPR. Bank Indonesia juga diwajibkan untuk mengumumkan laporan keuangan tahunan kepada publik melalui media massa (Psl. 61).

HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH
Tidak berbeda dengan UU Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, berdasarkan UUBI Bank Indonesia juga bertindak sebagai pemegang kas pemerintah (Psl. 52). Disamping itu, atas permintaan Pemerintah, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri (Psl. 53). Pemerintah wajib meminta pendapat dan/atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas mengenai masalah ekonomi,
perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia juga dapat memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia (Psl. 54).

Pemerintah juga wajib berkonsultasi dengan Bank Indonesia apabila akan menerbitkan surat utang negara. Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat utang negara, terutama informasi mengenai pasar dan waktu penerbitan surat utang tersebut. Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat utang negara tersebut di pasar primer dan hanya dapat membeli di pasar sekunder yang sematamata hanya untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter (Psl. 55).

Salah satu perubahan yang penting dalam UUBI adalah larangan pemberian kredit kepada Pemerintah. Selama ini pemberian kredit kepada Pemerintah ditujukan untuk memperkuat kas negara dalam mengatasi defisit spending. Dalam UUBI secara tegas dinyatakan bahwa Bank
Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah karena dianggap dapat mengganggu keutuhan konsep independensi Bank Indonesia (Psl. 56).

Walaupun Bank Indonesia merupakan lembaga yang independen, namun koordinasi dengan Pemerintah yang bersifat konsultatif tetap diperlukan. Pemerintah yang diwakili seorang Menteri atau lebih dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara (Psl. 43 ayat (1) Hubungan dengan Pemerintah juga nampak dalam pembagian surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia. Sisa surplus Bank Indonesia setelah dikurangi 30% untuk cadangan tujuan dan 10% untuk cadangan umum diserahkan kepada Pemerintah dengan ketentuan terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia (Psl. 62).

KETENTUAN HUKUM
1.      Produk Hukum
Salah satu yang menonjol dalam UUBI adalah ketentuan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur dan mengikat publik serta Peraturan Dewan Gubernur yang mengatur dan mengikat ke dalam Bank Indonesia. Penetapan Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Dewan Gubernur merupakan bentuk independensi dalam pembuatan peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dengan demikian maka dapat dieliminir intervensi dari Pemerintah atau pihak lain melalui peraturan perundangundangan.

2.      Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif
Ketentuan Pidana dan sanksi administratif diatur dalam mulai Pasal 65 sampai dengan Pasal 72. Tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana dalam UUBI meliputi pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah RI, pelanggaran terhadap kewajiban untuk tidak menolak penggunaan uang rupiah, pelanggaran atas larangan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, pelanggaran kewajiban untuk menolak campur tangan, pelanggaran atas kewajiban memberikan keterangan dan data yang diperlukan, pelanggaran atas larangan membeli surat berharga di pasar primer, serta pelanggaran atas rahasia jabatan. Pelanggaran terhadap ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah RI diancam dengan pidana kurungan sekurangkurangnya 1 bulan dan paling lama 3 bulan serta denda sekurangkurangnya Rp. 2 juta dan paling banyak Rp. 6 juta (Psl. 65). Setiap orang atau badan yang menolak rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah RI diancam pidana penjara sekurangkurangnya 1 tahun dan paling lama 3 tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 1 miliar dan paling banyak Rp. 3 miliar (Psl. 66).

Pelanggaran terhadap larangan untuk melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia diancam pidana penjara sekurangkurangnya 2 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 2 miliar dan paling banyak Rp. 5 miliar (Psl. 67). Anggota Dewan Gubernur dan/atau pejabat Bank Indonesia yang tidak menolak adanya campur tangan pihak lain diancam dengan pidana penjara 2 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda sekurangkurangnya Rp.2 miliar dan paling banyak Rp. 5 miliar (Psl. 68).

Badan yang tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan keterangan dan/atau data yang diperlukan dalam kegiatan survey diancam pidana denda paling banyak Rp. 50 juta (Psl. 69). Pelanggaran terhadap larangan pembelian surat utang negara di pasar primer diancam dengan pidana penjara penjara 1 tahun dan paling lama 3 tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 6 miliar dan paling banyak Rp. 15 miliar (Psl. 70). Pelanggaran rahasia jabatan yang dilakukan oleh anggota Dewan Gubernur, pegawai Bank Indonesia serta pihak lain yang melakukan pekerjaan tertentu dari Bank Indonesia diancam pidana penjara 1 tahun dan paling lama 3 tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 1 miliar dan paling banyak Rp. 3 miliar. Apabila pelanggaran tersebut dilakukan oleh badan, diancam pidana denda sekurangkurangnya Rp. 3 miliar dan paling banyak Rp. 6 miliar (Psl. 71). Disamping ketentuan pidana, Dewan Gubernur dapat menetapkan sanksi administratif kepada pegawai Bank Indonesia serta pihak lain yang tidak memenuhi kewajiban yang ditentukan UUBI. Bentuk sanksi administratif tersebut dapat berupa denda, teguran tertulis, pencabutan atau pembatalan izin usaha serta sanksi disiplin pegawai (Psl. 72).

LAINLAIN

1.      Pengalihan Kredit Program
Sesuai dengan konsep yang dianut dalam UUBI dimana suatu bank sentral yang independen harus mempunyai tugas yang fokus yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah, maka tugas pengadaan kredit program yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia akan dialihkan kepada BUMN yang ditunjuk Pemerintah dalam jangka waktu 6 bulan sejak berlakunya UUBI. BUMN tersebut mengelola hasil angsuran dan/atau pelunasan pokok dan bunga kredit likuiditas sampai dengan berakhirnya jangka waktu kredit likuiditas tersebut. Subsidi bunga kredit likuiditas yang selama ini menjadi beban Bank Indonesia menjadi beban Pemerintah (Psl. 74).

2.      Pembatasan Penyertaan Modal
Sejalan dengan penetapan single objective Bank Indonesia serta agar dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia lebih menfokuskan pada tujuan yang harus dicapai, dalam UUBI ditetapkan mengenai pembatasan penyertaan modal hanya pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia seperti lembaga kliring, badan pemeringkat dan lembaga penjamin simpanan. Kegiatan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya ini harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Dana yang digunakan untuk penyertaan ini hanya dapat diambil dari cadangan tujuan (Psl. 64).
3.      Ketentuan Divestasi
Dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak UUBI berlaku, Bank Indonesia wajib melepaskan seluruh penyertaannya pada badan hukum atau badan lainnya yang tidak memenuhi persyaratan “sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia” (Pasal. 77).

C.    Bank Indonesia sebagai Lender of the Resort
Peran Bank Indonesia sebagai Lender of the Last Resort
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender of the last resort, (Pasal 11) yang memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank.


D.    Kebijakan nilai tukar
Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali,  yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem Nilai tukar Mengambang Bebas.
1.      Sistem Nilai Tukar Tetap
Sistem nilai tukar tetap ( fixed exchange rate ) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi.  Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing (Hendra Halwani, 2005).
Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi Rp 250/US Dollar, sementara nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar Rupiah per US Dollar di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar internasional.
Selama periode tersebut di atas, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya kepada Bank Indonesia. Dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal pemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut, maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi semua kebutuhan valuta asing bank komersial dalam rangka memenuhi permintaan valuta asing oleh importir maupun masyarakat. Berdasarkan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.
Pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali yaitu yang pertama kali dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai tukar Rupiah ditetapkan kembali menjadi Rp 378/US Dollar. Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp 415/US Dollar dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp 625/US Dollar. Kebijakan devaluasi tersebut dilakukan karena nilai tukar Rupiah mengalami overvaluated sehingga dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional.
2.      Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran.
Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005).
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.
3.      Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position. Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan (Eric Yuliana, 2000).
Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turmoil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat.
Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar.

Kebijakan nilai tukar
Pasal 12 UU-BI menetapkan bahwa Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan nilai tukar yang ditetapkan. Penetapan nilai tukar dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk Keputusan Presiden berdasarkan usul Bank Indonesia. Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar ini antara lain dapat berupa :
·         dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing;
·         dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar;               
·         dalam nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta lebar pita intervensi.

Kewenangan dalam Mengelola Cadangan Devisa
Dalam Pasal 13 UU-BI dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelola cadangan devisa dengan melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negeri. Yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa Negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan lainnya dalam valutas asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Dalam melakukan pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia selalu mempertimbangkan 3 (tiga) azas utama dengan skala prioritas, yaitu likuiditas (liquidity), keamanan (security) tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal (profitability).

Penyelenggaraan Survei
Untuk melaksanakan kebijakan moneter secara efektif dan efisien, diperlukan data/informasi ekonomi dan keuangan secara tepat waktu dan akurat. Untuk memperoleh data/informasi tersebut, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu yang dapat bersifat makro atau mikro. Pelaksanaan survey tersebut dapat dilaksanakan oleh pihak lain berdasarkan penugasan Bank Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

INCOME (BONUS) 3I – NETWORK

Ajaklah keluarga, kerabat, teman dan kenalan untuk menabung di CAR dan dapatkan PASSIVE INCOME setiap bulan yang akan di transfer langsu...